Sabtu, 05 September 2009

What's Wrong With Me...???


Apa sih yang salah dengan bank syariah?

Dulu…sewaktu awal-awal para aktivis berjuang dan giat mensosialisasikan halal dan haramnya bunga bank, plus ayat-ayat Al Quran dan Hadist sebagai referensi dan akhirnya berhasil mendirikan sebuah bank syariah 17 tahun yang lalu…..para pionir dibilang… terlalu keras… “militan”..
Dulu…Ketika promosi/campaign bank-bank syariah banyak menggunakan istilah-istilah dari Bahasa Arab seperti mudharabah, murabahah, ijarah, kafalah, salam, qard, de el el katanya.. bikin bingung, susah dimengerti.
Seharusnya sosialisasinya menggunakan bahasa Indonesia saja, istilah-istilah yang lebih mudah sehingga lebih mudah dimengerti (padahal banyak istilah perbankan yang menggunakan bahasa Inggris seperti interest rate, collateral, leasing, fixed and cap,etc … tapi nggak ada yang protes tuh… :P).
Katanya bank syariah hanya buat orang Islam, terutama yang sudah tobat, buat orang yang mau naik haji atau buat bayar zakat…Katanya…Bank syariah ekslusif…Katanya…bla..bla..bla..
Belakangan…. para syariah banker aktif mengkampanyekan iB (dibaca ai-Bi) singkatan Islamic Banking sebagai logo industri bersama perbankan syariah Indonesia. Maksudnya supaya kelihatannya jaringan bank syariah itu ada dimana-mana, karena logo iB itu wajib digunakan oleh seluruh bank syariah, di pintu masuk, di spanduk-spanduk, banner, leaflet, flyer dan semua marketing tools (alat-alat promosi) bank syariah. Supaya masyarakat tahu bank syariah itu bukan hanya Bank Muamalat Indonesia (BMI) atau Bank Syariah Mandiri (BSM) saja yang menjadi ‘Top of Mind” ketika ada pertanyaan ’bank syariah apa saja yang kamu ketahui’. Tetapi ada Bank Mega Syariah, BRI syariah, CIMB Niaga Syariah, BPD KalBar Syariah, BPD Jatim Syariah, BPRS dan lain-lain. Paling tidak kalau masyarakat melihat logo iB tersebut di spanduk, pintu masuk, banner atau di meja customer service bank-bank konvensional terkemuka seperti BNI 46, BII Konvensional, masyarakat tahu disana mereka bisa bertrasansaksi secara syariah, atau mendapatkan pelayanan seperti menabung atau mempunyai deposito dengan skema syariah.

Istilah-istilah seperti Tabungan iB, Deposito iB, KPR-iB, KPM-iB, Gadai-iB dan lain-lain juga gencar diperkenalkan. Katanya sih biar lebih membumi karena selain sudah menggunakan Bahasa Indonesia, juga supaya masyarakat lebih cepat mengerti karena sosialisasinya menggunakan istilah-istilah perbankan yang sudah ngetrend atau sudah akrab di telinga masyarakat awam…

Lha ini…kok ya dibilang tidak syariah juga… :p

Sebagian berpendapat penggunaan istilah Bahasa Indonesia itu membuat maknanya menjadi jauh dari phylosopy dasar transaksi syariah asal, karena tidak semua istilah bahasa Arab bisa diIndonesiain (diterjemahkan-Red). Padahal ini hanya salah satu bagian dari strategi marketing /promosi bank syariah saja. Strategy ini digunakan untuk mengakomodir issue-issue negatif yang dianggap menghambat pertumbuhan/pengembangan perbankan syariah. Tujuannya, supaya pesan yang ingin disampaikan lebih cepat sampai ke masyarakat, supaya masyarakat peduli ‘aware’ terhadap kehadiran bank syariah.

Dan…pada saat masyarakat/nasabah bank ingin bertransaksi di bank syariah dan untuk masyarakat/nasabah yang ingin tahu lebih banyak mengenai skema transaksi di bank syariah, customer service, staf atau pejabat bank syariah yang incharge berkewajiban dan harus mampu menerangkan manfaat dan skema yang beragam yang merupakan kelebihan atau keunggulan bank syariah sebagai bank yang lebih dari sekedar bank “Beyond Banking”.

Belum lagi kritik terhadap operasional bank syariah yang tidak hanya datang dari masyarakat awam saja. Bahkan ulama atau tokoh Islam sendiri sering mengemukakan opini yang semakin mendiskreditkan bank syariah.

Gara-gara produk murabahah (skema jual beli) menjadi primadona (skema untuk kepemilikan rumah dan kendaraan atau KPR-iB, KPM-iB) bank syariah dibilang nggak syariah… Apalagi… dalam penentuan harga (pricing) pada akhirnya kalau dihitung-hitung sama saja dengan ‘rate’nya bank konvensional, malah jatuhnya kok ya.. malah lebih mahal di bank syariah??? :p

Gara-gara bank syariah mewajibkan persyaratan adanya agunan (collateral) sebagai persyaratan pemberian pembiayaan dalam rangka governance dan risk management dibilang bank syariah mempersulit, tidak mendukung usaha kecil yang ingin mengembangkan usaha. Dasar hitung pembagian bagi hasil juga masih ‘Revenue Sharing’ dan sering melirik-lirik tingkat suku bunga BI Rate atau SBI Rate sebagai indikator penentuan ‘equivalent rate’

Seharusnya kan produk unggulan bank syariah mudharabah (skema bagi hasil)… Harusnya kan bisa lebih murah…jadinya laku… Seharusnya kan bisa lebih mudah…Seharusnya kan ‘Profit and Loss Sharing”…Seharusnya kan punya indeks syariah atau benchmark sendiri…Seharusnya….bla…bla..bla…
(cape deh…L)

Dan…issue-issue negatif terlanjur menjadi efek bola salju… Menggelinding…semakin besar… dan bisa menghancurkan…

Dan…apakah para ‘ulama tokoh’ yang mengkritik dan melempar issue negatif itu punya solusinya???… Apakah mereka menawarkan alternatif untuk masalah yang dihadapi bank syariah???

Anda pasti sudah bisa menebaknya kan….??

Komentator selalu merasa lebih pintar daripada yang main bola…

Kritikus selalu merasa lebih ahli daripada para praktisi…

Yaa nggak semua juga sih yang mengkritik asal-asalan…

Ada juga beberapa tokoh ulama kritis yang sudah paham operasional bank syariah yang mencoba meluruskan issue-issue negatif tersebut… Tetapi kebanyakan,…lebih banyak ulama/tokoh yang tidak mengerti operasional perbankan. Mengerti mengenai ‘fiqih ibadah’ tetapi tidak banyak yang mendalami ‘fiqih muamalah”….yaa jadinya jaka sembung naik ojek…nggak nyambung jek…he…he..

Kalau ditanya lebih jauh, apakah ulama itu sudah pernah menggunakan produk bank syariah, atau paling tidak punya rekening / menabung di bank syariah… Ternyataaaa.. banyak yang belum punya tuuh… ha..ha…hah… (Mbah Surip mode on)… Seorang teman bercerita saat melakukan sosialisasi ke sebuah pesantren di daerah Jawa Tengah, ternyata keuangan dan sistem pembayaran uang sekolah para santri dan termasuk kyainya masih menggunakan jasa sebuah bank konvensional yang jaringannya paling luas di Indonesia. Padahal mereka mengerti sekali mengenai Riba, tahu pasti tentang masalah halal dan haramnya. Ketika teman saya bertanya kenapa tidak menggunakan jasa bank syariah, sang kyai menjawab ..”Habis yang nawarin pertama sekali yang bank abc itu…”…nah lho…

Dan dampak dari opini dan kritikan para ulama dan tokoh Islam tersebut sangat parah…memprihatinkan….:p

Masyarakat awam terlanjur skeptis… terlanjur beranggapan bahwa bank syariah gak beda jauh dengan operasional bank konvensional, nggak ada bedanya antara bunga bank dan bagi hasil…. Bahkan banyak yang menjadi antipati terhadap bank syariah… Bahkan yang belum pernah menjadi nasabah bank syariah ikut-ikutan mencap bank syariah tidak syariah…

What’s wrong with me???
Kalau bank syariah bisa ngomong…dia pasti nanya.. apa yang salah padaku… Kenapa orang-orang di negeri yang katanya mayoritas beragama Islam ini… enggan mendukung keberadaannya.. enggan menjadi nasabahnya…malahan terlanjur punya mindset yang negatif terhadap bank syariah. Padahal lebih 80 % atau lebih dari 160 juta penduduk Indonesia beragama Islam yang seharusnya menjadi nasabah potensial bank syariah. Sejauh ini, 17 tahun sejak berdirinya Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama di Indonesia, baru 5,3 juta orang (rekening) yang menjadi nasabah bank syariah.

Kemana 154,7 juta orang Islam Indonesia yang lainnya??

Umumnya orang miskin mbak…katanya…

Berdasarkan hasil Survey BPS (Biro Pusat Statistik) bulan Maret 2009 Lebih dari Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 32,53 juta jiwa atau 14,15 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Standar kemiskinannya sangat minim kurang lebih Rp 6.500/orang/hari. Kalau standar kemiskinannya antara Rp.7000.- s.d Rp 10.000,-…jumlah penduduk miskin itu dipastikan lebih meningkat lagi…

Boro-boro mau nabung di bank mbak…katanya… Makan sehari-hari aja susah… :P…

Perjuangan panjang masih harus dilakukan oleh para pengemban amanah untuk mengembangkan bank syariah… Merumuskan strategy-strategy baru yang bisa ‘meredam’ dan mengakomodir semua kepentingan stakeholder perbankan syariah, dengan tetap menjunjung tinggi profesionalitas tanpa harus meninggalkan “nilai-nilai kesyariahan-Islamic Value” yang ‘rahmatan lil ‘alamin’ yang seharusnya merupakan kelebihan utama bank syariah.

Ditengah badai issue-issue negatif yang mengombang-ambingkan…

Maju Terus iB-ku…

Maju Terus Perbankan Syariah-ku…

Lanjutkan…


Wassalam

4 komentar:

ana mengatakan...

mending ngambil kpr di bank konvensional ah..lebih mudah dan lebih ringan :), ke bank syariah ada riba juga sih.

Uchie's Site mengatakan...

Assalamualaikum Mas Ana...
Salam kenal yaa :)

Anonim mengatakan...

keblinger tuh yg bilang mending bank konvensional. semoga yg bilang begitu tu bukan termasuk golongan orang yg mengolok-olok padahal ilmunya cetek.

Uchie's Site mengatakan...

Gpp...Mas Pembawa Cerita (ato Mas Wipy bukan? yg nulis Akselerasi Perbankan Syariah dengan Ijaroh?.. tulisan anda keren banget :) )

Komen Mas Ana ini adalah kenyataan yg harus dihadapi para syariah banker untuk berbenah diri, menemukan dan memeprbaiki yg masih abu-abu, sehingga nantinya terbukti system ini benar-benar handal dan bermanfaat :)